PBNU: Bangsa Dihargai Ketika Memiliki Karakter

[CyberPMII, Jakarta]
Kebudayaan nasional Indonesia yang terdiri dari kebudayaan etnik dan religi harus tetap dipertahankan di tengah sistem globalisasi. Karena, adanya kekayaan budaya itu, Indonesia akan dihargai bangsa-bangsa lain di dunia.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi, di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Jumat (11/4).

Menurut dia, bangsa lain datang ke Indonesia untuk belajar dan menikmati keindahan budaya yang dimiliki. “Kalau budaya itu tidak ada karena kita telah sepenuhnya meniru Barat, maka mereka menganggap kita tidak berharga lagi, bahkan menempatkan kita di bawah mereka, karena kita ‘membebek’ pada mereka,” ujarnya.

Ia mengakui, bangsa Indonesia perlu belajar pada Cina dan Jepang. Pasalnya, dua negara besar itu tetap mempertahankan karakter dan kebudayaan nasional meski mengalami modernisasi. Hasilnya, Cina dan Jepang tetap menjadi bangsa besar dengan kebudayaannnya yang sangat kuat dan berpengaruh.

Menurut Hasyim, pada dasarnya, Indonesia lebih kaya dari Jepang. Jepang dan Cina, katanya, merupakan satu negara dengan etnis dan kultur yang relatif sama. Bahkan, di Barat, beberapa negara malah terdiri dari satu budaya.

Demikian juga bangsa Arab terdiri dari banyak negara tetapi budayanya relatif satu dan sama. “Sementara, Indonesia satu negara, tetapi sangat beragam, terdiri dari ratusan etnis, budaya dan bahasa. Keragaman itu perlu kita pertahankan dalam bingkai nasional, agar tidak tergerus gelombang globalisasi,” pungkasnya.

Hasyim yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam, Malang, Jawa Timur, menyarankan pada kalangan Nahdliyin (sebutan untuk warga NU) agar bisa menghadapi globalisasi scara taktis, hal-hal yang bersifat ekonomis, teknologis, agar bisa mengadopsi sarana global itu.

“Tetapi, jangan sampai mengikuti karakter globalisasi, kalau mengikuti bakal habis identitas dan karakter kita. Barat memiliki kecakapan teknis tinggi, tetapi dalam soal karakter, dunia Timur lebih unggul. Ini yang perlu kita pertahankan,” tandas Sekretaris Jenderal International Conference of Islam Scholars itu.

Ia menilai, pembanguana karakter bangsa sudah lama diabaikan. Demikian juga pembinaan terhadap kultur juga telah pudar. “Maka, sekarang kita telah kebobolan dari segi budaya, sehingga berbagai budaya negatif masuk ke sini tanpa filter. Dan, ini yang merusak karakter bangsa, sehingga bangsa ini kehilangan karekternya. Maka, saat ini melalui gerakan budaya diharapkan NU bersama komponen yang lain mampu membangun karakter bangsa Indonesia. Termasuk gerakan Islam juga harus diarahkan untuk membangun karakter bangsa ini, agar menjadi bangsa yang mulia,” paparnya.(nu online/AM Hasan)